Oleh : Umi Mu’arifah, S.Kom., S.Pd
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Pahlawan masa kini bukan lagi mereka yang memanggul senjata dan berperang melawan agresor. Dalam konteks rumah tangga, anggota rumah tangga juga bisa menjadi pahlawan bagi anggota yang lain. Karena hidup berkeluarga, bagi mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilainya adalah suatu proses perjuangan yang menuntut pengorbanan dalam melindungi kebaikan anggota-anggotanya. Mereka saling menolong, saling mendukung, dan saling berkorban bagi kebaikan anggota yang lain. Mendidik anak-anak yang shalih adalah kerja kepahlawanan bagi orang tua, karena proses pendidikan anak yang ideal menuntut kesabaran dan pengorbanan yang tinggi dari orang tua. Tapi hasilnya juga tidak main-main, yaitu generasi yang kuat dan tangguh. Jarang orang yang menyadari bahwa tanpa adanya karakter kepahlawanan di dalam rumah tangga, maka tidak akan pernah muncul pahlawan sejati di tengah-tengah masyarakat dan negara, karena keluarga telah mandul dari melahirkan generasi yang ideal.
Dalam sebuah keluarga yang sehat, seorang ayah adalah pahlawan bagi istri, anak-anak dan anggota keluarga lain yang ditanggungnya. Seorang istri adalah pahlawan bagi anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya. Seorang anak bisa menjadi pahlawan bagi saudara dan anggota keluarga yang lain. Membahas seberapa besar jasa seorang ibu terhadap anaknya, jelas kita tidak memiliki kapasitas untuk bisa menghitung satu demi satu kebaikan yang telah dilakukan seorang ibu. Ada dua kata yang selalu dipakai Al Qur’an untuk menyebutkan ibu: “Umm” dan “Walidah”. Kata “umm”, digunakan Al Qur’an untuk menyebutkan sumber yang baik dan suci untuk hal yang besar dan penting. Al Qur’an kemudian membedakan antara kata “umm” dan “walidah”, di mana Allah menyebut “walidah” kepada perempuan yang melahirkan anak, tanpa melihat karakter dan sifatnya yang baik atau yang buruk. Karena ternyata ada juga segelintir ibu yang tak punya hati terhadap anaknya. Kata “walidah” digunakan hanya karena adanya proses melahirkan, baik bagi manusia maupun makhluk lain, dengan keadaan-keadaan yang menyertainya; hamil dan menyusui, seperti firman Allah:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 233).
Ibu yang dibahasakan “walidah” inilah tempat menumpahkan segala bakti, pemuliaan, tanpa membedakan apakah ia baik atau tidak. Allah berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra : 23).
Syariat Islam menetapkan kedudukan utama wanita yaitu menjadi ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Syariat Islam juga telah menetapkan tanggung jawab wanita terhadap anaknya sejak dini, dimulai sejak masa kehamilan, kelahiran, pengasuhan, dan penyusuan dimana aktivitas ini merupakan hal yang utama dan mulia. Tugas seorang ibu bukanlah pekerjaan yang mudah. Harus melibatkan pemahaman akan tugas menjadi ibu secara keseluruhan. Akan banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi dan membutuhkan kerjasama yang baik sehingga seorang ibu dapat menjalaninya dengan baik. Tentu, kerja sama ini perlu dikomunikasikan dengan suami. Agar dapat mendidik anak, termasuk memperhatikan kesehatan rohani dan jasmani anak, ibu perlu memahami berbagai pengetahuan umum yang mendukung.
Generasi hebat adalah karya dari pendidikan keluarga yang sukses dari si ibu. Pendidikan yang dihadirkan ibu dalam keluarga harus mencakup seluruh aspek kehidupan. Yang utama sekali adalah pendidikan agama yang lengkap. Yaitu dari tauhidnya, segi akhlaknya, bagaimana bermu’amalah, dan sebagainya. Untuk itu dalam keluarga memiliki sejumlah tugas dan tanggungjawab. Tugas dan kewajiban keluarga adalah bertanggungjawab menyelamatkan faktor-faktor cinta kasih serta kedamaian dalam rumah, menghilangkan kekerasan, keluarga harus mengawasi proses-proses pendidikan, orang tua harus menerapkan langkah-langkah sebagai tugas mereka. Dan yang dimaksud di sini adalah lembaga pendidikan keluarga yang biasa disebut Informal. Selain itu, keluarga juga disebut sebagai satuan pendidikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga ini mengingat bahwa keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. Jika kita tarik lebih cermat dan dalam lagi pendidikan pertama yang diperoleh seorang anak terhadap keluarganya yaitu bersumber dari ibu, sebab ibu adalah seorang yang paling dekat dengan anaknya.
Dibalik kesuksesan dan populernya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang tak lain adalah presiden Republik Indonesia yang ke-4 tidak lepas dari usaha keras seorang ibu, Nyai Solichah Wahid. Berikut beberapa tips-tips parenting ala Nyai Solichah Wahid yang diikhtisar dari buku “Ibuku Inspirasiku” yang diterbitkan oleh pustaka Tebuireng.
- Menjadi Figur yang Baik di Mata Anak-Anak
Seorang ibu harus menjadi figur yang baik di mata anak-anaknya, sosok yang harus selalu memberikan yang terbaik dengan cara selalu menemani dan menjadi tempat bersandar bagi anak-anaknya untuk mencurahkan isi hati dan pikirannya. Kedekatan emosional antara ibu dan anak inilah yang harus dibangun agar dapat menghantarkan anak-anaknya menuju gerbang kesuksesan. Terkadang menjadi sosok sahabat yang selalu mendengar keluh kesah putra-putrinya, dan memberikan motivasi.
- Menanamkan Sikap Mandiri dan Berani Mengambil Keputusan
Menjadi seorang ibu juga harus bisa menanamkan sikap mandiri kepada anak-anak. Sikap inilah yang akan menjadikan anak-anaknya hidup tidak bergantung pada orang lain. Sikap berani mengambil keputusan juga harus diterapkan sedini mungkin, dan tidak lupa seorang ibu harus mengarahkan dan memotivasi atas pilihan yang telah ditentukan oleh anak-anaknya.
- Menanamkan Nilai-Nilai Islam ke dalam Diri Anak-Anak
Keluarga adalah unit terkecil di dalam masyarakat yang akan menentukan mutu dari masyarakat. Negara akan bermutu kalau keluarga juga bermutu dan sakinah. Semua itu tidak tercapai kalau pendidikan di dalam keluarga tidak berjalan dengan baik. Pendidikan di dalam keluarga harus dilandasi dengan nilai-nilai agama. Nilai-nilai Islam itu harus ditanamkan ke dalam diri anak-anak, baik melalui lisan maupun perbuatan.
Pertama, Nilai Kejujuran. Jujur di sini mengandung arti jujur terhadap diri sendiri, jujur terhadap orang lain atau masyarakat, dan jujur terhadap Allah SWT. Kejujuran juga mencakup konsistensi dalam sikap dan tindakan serta satunya kata dan perbuatan.
Kedua, Nilai Keberanian, yaitu keberanian dalam menyampaikan pendapat dan keberanian untuk mengatakan apa yang menurut kita benar serta keberanian untuk mengambil sikap walau menghadapi resiko, juga keberanian dalam memikul tanggung jawab.
Ketiga, Nilai kesadaran tentang kesamaan dan kesetaraan di antara sesama manusia. Nyai Solicha mendidik anak-anaknya untuk berkawan dengan siapa saja, tanpa memandang dan membedakan status sosial dan gender.
- Menanamkan Nilai Kepedulian Kepada Orang Lain
Ibu perlu menanamkan pentingnya silaturraim dan peduli terhadap orang lain. Wallahu wa’lam (dari berbagai sumber)




