Oleh : Cristin Wulan Harum, S.Pd
“Jalani hidup seperti air yang mengalir”
Tidak jarang kalimat di atas digunakan oleh orang untuk menjawab ketika ditanya tentang falsafah hidupnya.
Haruskah hidup seperti air yang mengalir???
Semuanya tergantung persepsi para pembaca. Bagi penulis, ungkapan ‘Hidup seperti air yang mengalir mempunyai makna yang luar biasa. Air yang mengalir tak sekadar mengalir begitu saja. Air mengalir memberikan kehidupan bagi sekitarnya.
“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (QS. Al Anbiya’:30)
Al Quran telah menjelaskan bahwa dari air segala sesuatu dihidupkan, dan dari air pula kita bisa belajar untuk bertahan hidup. Karena air yang mengalir mempunyai keteguhan, komitmen, dan kekuatan yang dahsyat. Air yang mengalir juga mempunyai tujuan yang jelas. Air sungai mengalir dari hulu ke hilir, berawal dari mata air mengalir sampai muara. Sepanjang perjalanan, apa pun dilakukan oleh air agar bisa tetap mengalir. Batu besarpun dia terjang atau dia berbelok mencari jalan lain untuk mencapai tujuannya, muara. Air bahkan bersedia merembes ke dalam tanah, atau terbang menjadi uap, tapi selalu ingat tujuannya, muara, lautan.
Begitu juga dalam hidup, hidup harus mempunyai keteguhan iman dan komitmen untuk menjalankan segala sesuatu yang menjadi kewajiban kita sebagai manusia yang notabene sebagai khalifah fil ardh. Hidup seseorang dalam Islam diukur dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai manusia hidup yang telah diatur oleh Dinul Islam. Ada dan tiadanya seseorang dalam islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh umat dengan kehadiran dirinya. Sebab Rasulullah Saw pernah bersabda:
”Sebaik-baiknya manusia di antara kalian adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. (Al Hadist). Oleh karena itu, tiada dipandang berarti ketika seseorang melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diatur Islam. Seorang muslim dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidupnya sehingga eksistensinya bermakna dan bermanfaat di hadapan Allah Swt, yang pada akhirnya mencapai derajat Al-hayat Al-thoyyibah (hidup yang diliputi kebaikan).
Hidup di dunia ini hanya sementara, maka akan sangat merugi bagi kita jika hidup tanpa adanya manfaat di setiap langkah yang kita lalui di dunia.
Rasulullah Saw bersabda:
”Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut pergi meninggalkannya.” (H.R. Tirmidzi)
Hadist di atas menyadarkan kita bahwa umur kita di dunia ada masanya dan hanya sekejap mata. Dunia hanyalah tempat sementara untuk kita mencari bekal sebanyak-banyaknya sebelum kita menuju muara kita. Maka hiduplah sesuai dengan takarannya. Takaran kita sebagai manusia yang sudah punya tugas dari sang pencipta sebagaimana hakekatnya manusia.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56)
Allah Swt telah menjelaskan sejelas-jelasnya dalam Alquran bahwa tugas kita (manusia) hidup di dunia hanyalah untuk ibadah kepada-Nya. Hidup adalah untuk ibadah, bukan ibadah untuk hidup. Maka hiduplah hanya untuk sang Maha Hidup. Hiduplah seperti air yang mengalir. Namun, tak sekedar mengalir begitu saja. Mengalir untuk menuju tujuan akhir (muara/akhirat) tapi tetap memberikan manfaat di setiap perjalanannya.
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.” (QS. Ar Ra’d: 17)
Hiduplah yang sewajarnya sebagaimana yang diperintahkan agama, berjalan, dan mengalir sesuai jalan yang telah ditentukan oleh sang Pembuat Jalan. Terkadang datang ujian laksana kerikil-kerikil kecil dan bebatuan besar yang menghalangi kita untuk mengalir ke arah yang kita tuju. Namun, kita bisa berbelok dan mencari celah lain untuk melanjutkan perjalanan dengan tetap memberikan kesejukan bagi sekeliling kita. Segala sesuatu pasti ada takarannya. Sebesar apa pun bebatuan yang kita hadapi, sudah pasti kita akan bisa melewati. Karena “Allah tidak akan memberikan ujian melebihi batas kemampuan makhluknya.” Tugas kita hanyalah ikhlas menerima takdir, berusaha menjalaninya dengan baik dengan berpegang pada alquran dan hadist, dan pasrah dengan hasil akhir yang jelas Allah lebih tahu yang terbaik untuk makhluk-Nya. Oleh karena itu, seorang muslim ‘diwajibkan’ untuk mengaktualisasikan dirinya dalam segenap karya nyata (amal sholeh) dalam kehidupan.
“Sekali berarti, kemudian mati.”
Begitulah sebaris puisi yang diungkapkan penyair terkenal Chairil Anwar.
Hiduplah seperti air… yang selalu mengisi ruang kosong, yang selalu memberikan kebahagiaan bagi makhluk sekelilingnya.
Hiduplah seperti air… yang selalu menjadi sumber kehidupan, yang selalu memberikan manfaat disetiap aliran bagi makhluk sekelilingnya.
Hiduplah seperti air… karena air selalu tahu ke mana ia harus bermuara.
Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang senantiasa selalu mendapat ridho Allah dalam setiap langkah dan hembusan nafas kita. Rahmat Allah adalah tujuan kita untuk menuju muara.




